(Emas – Part 4) Terlanjur ‘Kecebur’

Pada season 4 (kayak sinetron ya.. .) ini, sesuai judulnya akan membedah lebih luas mengenai bagaimana jika kita memiliki ‘timbunan’ emas khususnya yang fisiknya batangan yang sudah terlanjur dibeli saat harga sudah tinggi.

Sebelum masuk ke pembahasan mendalam, beberapa data dan fakta yg tersaji di hadapan kita, antara lain :

1. Harga emas fluktuatif di tahun 2013 ini

2. Untuk emas batangan, pasar yang dapat menyerapnya terbatas pada produsennya (bisa antam, toko emas lokal, jasa kredit misalnya pegadaian). Fakta ini secara tersirat menggambarkan hubungan jual beli antara ‘sistem perorangan versus sistem korporasi’. Akibatnya harga tentu dikendalikan oleh korporasi dgn sistem dan aturan yg telah ‘dirancang’ staf ahli. Apa artinya bagi perorangan yg juga telah (merasa) membuat sistemnya? ( Salah satunya menunggu selisih jual beli ). Jawabannya: jika sistemnya buat investasi atau menabung emas, maka cenderung sangat ‘kalah’.

3. Emas (ternyata) sensitif sehingga tidak anti terhadap inflasi

Apakah dengan fakta2 tsb, emas batangan ini masih asik buat ditelisik untuk investasi, tabungan, dan semacamnya?

Untuk menjawabnya mungkin bisa menganalogikan dgn contoh ‘bubur ayam ‘ Aa Gym. Jadi nasi (pastinya lebih mengenyangkan dong ya daripada bubur–kondisi serupa saat tren emas naik) jika telah menjadi bubur (kondisi tren emas turun), sebaiknya jangan fokus ke ‘bubur’nya, tapi pikirkan ‘cemceman’ apa yang bisa membuat bubur itu jadi sedap dan mengenyangkan. Jangan menjadikan emas batangan yang sudah dibeli dengan harga tinggi disertai pengorbanan waktu (bagi yg antri) ini menjadi aset tidur (mengharapkan capital gain) tanpa menggerakkannya, bagai putri cantik (karena emas likuid) yang hanya menunggu sang pangeran membangunkannya. Bangunkan! Tapi jangan mengagetkannya, biar gak bereaksi balik he3x. Ada sebuah kalimat bijak praktisi bahwa “waktu adalah biaya, disadari atau tidak.”

Sebenarnya pilihan dan keputusan memperlakukan aset emas ini kembali pada masing2. Ada yang merencanakan mendapatkan keuntungan dari selisih jual beli (capital gain), ada yang dari cashflow nya, atau keduanya.

Nah karena situasi dan kondisi begitu fluktuatif, penuh ketidakpastian, maka bagi yang tingkat kesabaran dan daya tahan terhadap resiko rendah dan ingin mendapatkan dana yang cepat (likuid) bisa memilih pasar alternatif seperti pegadaian dgn menggadaikan beberapa emas tersebut atau bisa juga melakukan sell on rally untuk mendapatkan dana (cash), yang selanjutnya bisa diinvestasikan ke ‘lahan’ lain baik itu ‘lahan sendiri’ (agak beresiko) maupun ‘lahan bisnis’ orang lain yang prospektif. Tapi karena harga buybacknya sudah demikian terjun, keliatannya tidak menguntungkan?! Di awal2 mungkin demikian, tapi akan lebih dini mengukur tingkat keberhasilan-kegagalan nya dibanding ‘mengendapkan’ emas (baca:uang) di ‘tempat tidur’nya khan?!. Hanya jangan lupa tetap perhitungkan berapa banyak ‘gelombang pertama’ yg akan dilepas. Karena sekali lagi meminjam pandangan bijak praktisi bahwa “waktu juga adalah peluang, jangan sampai kehilangan peluang n momentum yang ada.”

Atau yang paling mudah tentu saja reksadana pasar uang, reksadana pendapatan tetap bagi yang hasil konversi memenuhi deposit awal dan memiliki cadangan buat top-up (tipe moderat dgn koleksi yg belum terlanjur banyak he3)

Untuk yang tipe konservatif, bisa deposito (jika konversi menghasilkan dana minimal 300-500 jt). Mengapa deposito jangka pendek? Untuk kondisi transisi (terutama psikologis–biar ngga galau balau–recovery he3x) lebih sesuai. Untuk jangka menengah-pendek tidak ada salahnya memiliki ‘harta lancar’ meskipun tidak anti inflasi karena itulah yang menjadi alat tukar ‘nyata’ kita. Pelan-pelan, kemudian coba instrumen dgn imbal yg potensial lebih tinggi.

Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian, inflasi tinggi, krisis, dan semacamnya, kayaknya bagus juga kita mencontoh pola bank menghadapinya. Mereka akan meningkatkan likuiditasnya. Kalau punya kerabat bankir, tanya berapa kg… eh… persen rupiah berapa persen valasnya. Jgn lupa infonya ya…

Cara tersebut di atas perumpamaannya seperti membuat bisnis atau investasi di atas tanah kosong atau pada kendaraan (misalnya bisnis antar jemput anak sekolah) sehingga kemungkinannya lebih produktif.

Begitu kira2 maksudnya. Mungkin ada ide inspiratif lainnya yang bisa menjadi ‘obat alternatif’ bagi emas batangan lover yang sudah ‘terlanjur kecebur’ ini (penulis juga nih he3).

Penting: artikel ini alternatif aja ya.. tidak ada keharusan mengikutinya. Karena prinsip dan kondisi tiap orang berbeda. Bisa jadi yang menunggu kenaikan selisih jual beli pun akan lebih sesuai dengan orang tertentu.

Leave a comment